Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Suku Bajo di Wakatobi

Asal Usul

Suku Bajo adalah sebuah suku yang tersebar di seluruh nusantara. Meskipun keberadaannya tersebar di Indonesia, tetapi suku ini sesungguhnya berasal dari Kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Cara hidupnya yang unik membuat Suku Bajo memiliki daya tarik tersendiri. Awalnya, suku ini hidup secara nomaden di atas laut. Namun, seiring berjalannya waktu, suku-suku yang tersebar di Indonesia ini, memutuskan untuk menetap dan mulai membangun pemukiman diatas laut. Suku ini kebanyakan tersebar di daerah Indonesia Timur.

Kampung Mola Suku Bajo
Kampung Mola

Suku Bajo adalah salah satu suku yang terkenal dengan keuggulan mereka bertahan dan mencari penghidupan di wilayah lautan. hal ini lah yang menjadi alasan mengapa mereka hidup berkelompok di atas maupun di atas tepian laut.

Berdasarkan kisah leluhur kuno, suku Bajo dipercayai berasal dari negeri Cinnotabi di Sulawesi. Menurut satu tradisi yang tercatat dalam kronik-kronik Bajo, Cinnotabi didirikan oleh seorang totompo (orang yang naik dari dunia bawah) bernama La Matatikka yang menikahi seorang keturunan tomanurung (orang yang turun dari dunia atas) bernama Linge Manasa

Dalam Lontaraʼ Sukkuʼna Wajoʼ (bahasa Indonesia: Sejarah Lengkap Wajo), disebutkan bahwa Cinnotabi didirikan oleh seorang bangsawan Bugis bernama La Paukke yang menemukan wilayah subur di pedalaman semenanjung selatan Sulawesi.

Wilayah

Di Wakatobi ternyata mempunyai komunitas Suku Bajo yang terbesar di Asia tenggara bahkan di dunia. Wakatobi terkenal dengan keindahan bawah lautnya. Nama Wakatobi ini terbentuk dari nama empat pulau besar yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.

Wilayah Suku Bajo
Wakatobi

Pembagian Suku Bajo di Wakatobi

Di Wakatobi sendiri terdapat 5 Suku Bajo yang tersebar di tiga wilayah kepulauan yaitu Wangi-wangi, Kaledupa dan Tomia.

1. Suku Bajo Sampela
Suku Bajo Sampela adalah salah satu satu Suku Bajo yang amat unik, terletak di Desa Sama Bahari, Kecamatan Kaledupa. Rumah Suku Bajo Sampela berbentuk panggung yang berdiri di tengah laut dengan menggunakan bahan ramah lingkungan. Dindingnya terbuat dari kombinasi kayu dan ayaman bambu atau rumbia.

Suku Bajo Sampela juga dijuluki dengan istilah “Negeri di Atas Karang”. Secara umum, suku ini beragama islam dan memegang teguh budaya leluhurnya. Uniknya lagi, kepercayaan masyarakat Suku Bajo Sampela masih dominan dipengaruhi oleh sandro (dukun).

2. Suku Bajo Mantigola
Untuk dapat berkunjung ke pemukiman Suku Bajo Mantigola, hanya memerlukan waktu 20 menit dari Ambewa, Pulau Kaledupa, Wakatobi. Masyarakat Suku Bajo Mantigola mendirikan rumah di atas karang. Pemukiman mereka dibangun di atas air laut dengan memakai timbunan karang. Mereka mandi menggunakan air laut tanpa sabun. Kemudian nantinya akan dibilas dengan air tawar lalu kemudian baru memakai sabun.

3. Suku Bajo Mola
Suku Bajo Mola terletak di Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi.  Kampung Bajo Mola adalah sebuah perkampungan  yang unik, halaman rumah masyarakat bajo ini adalah lautan yang luas.
Masyarakat setempat masih memanfaaatkan  trasportasi perahu untuk kegiatan sehari-hari. Perahu ini dinamakan lepa diburah. Dulu sebelum Suku Bajo memiliki rumah tancap, mereka hidup di atas perahu dan melaut untuk mencari ikan.
Mereka sering berpindah. Lepa diburah ada yang menggunakan  atap dan ada juga yang tidak. Uniknya adalah ketika keluarga semakin bertambah, perahu akan dibuat semakin besar, dan akan berganti nama sebagai soppek.

4. Suku Bajo Lohoa
Suku Bajo Lohoa terletak di Desa Tanomeha, Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi. Kampung Suku Bajo Lohoa ini tidak sebesar dan semodern perkampungan Suku Bajo yang berada di Wakatobi.
Kampung ini sangat cocok untuk wisatawan yang ingin merasakan sensasi asli perkampungan Suku Bajo, karena kondisi jembatan yang masih menggunakan kayu dan bambu seadanya. Lokasi perkampungan Suku Bajo yang satu ini lumayan jauh.

5. Suku Bajo Lamanggau
Suku Bajo Lamanggau terletak di Pulau Tolandona serta masuk dalam bagian Kecamatan Tomia.
Masyarakat Suku Bajo ini masih mengandalkan ikan sebagai sumber kehidupannya. Yang hebatnya lagi, masyarakat Bajo Lamanggau terkenal dengan ketangguhan para perempuannya dalam menjalankan sampan atau koli-koli.
Jika suami mereka pulang  membawa hasil tangkapan, maka mereka akan bergegas menjual ikan di Pasar Sore Waiti’i dan  Pasar Tradisional Usuku di Kepulauan Tomia

Klasifikasi Kebiasaan Melaut Suku Bajo

Pada suku Bajo dikenal empat klasifikasi masyarakat dari cara kebiasaannya melaut, diantaranya adalah:

  • Palibu, yakni kebiasaan melaut hanya satu hari dan jaraknya dekat. Mereka menggunakan perahu soppe yang dikendalikan dayung. Setelah mendapat ikan, mereka kembali ke darat, untuk menjual hasil tangkapan atau menikmatinya bersama keluarga.
  • Papongka, yakni melaut bisa sepekan atau dua pekan. Mereka menggunakan jenis perahu yang sama besarnya dengan kelompok Palibu. Sekadar perahu soppe. Bila dirasa telah memperoleh hasil atau kehabisan air bersih, mereka akan menyinggahi pulau-pulau terdekat. Setelah menjual ikan-ikan tangkapan dan mendapat air bersih, mereka pun kembali ke laut. Begitu seterusnya.
  • Sakai, yakni kebiasaan mencari ikan yang jauh lebih lama dengan menggunakan perahu besar yang disebut leppa. Leppa ini dapat memuat satu keluarga dan kebutuhan hidup selama melaut. Mereka tidak jauh berbeda dengan kelompok Papongka. Namun, wilayah kerjanya lebih luas. Bila kelompok Papongka hitungannya seluas provinsi, maka kelompok Sakai hitungannya antar provinsi atau antar pulau. Sehingga, waktu yang dibutuhkan pun lebih lama minimal sebulan. Mereka bisa berada di “tempat kerja”nya itu selama sebulan atau dua bulan. Karena itu, perahu yang digunakan pun lebih besar dan saat ini umumnya telah bermesin.
  • Lame, bisa dikategorikan kegiatan nelayan-nelayan yang cukup modern. Mereka menggunakan perahu besar dengan awak yang banyak dan mesin bertenaga besar. Mereka mengarungi laut lepas hingga menjangkau negara lain. Dan mereka bisa berada di lautan hingga berbulan-bulan.


Sumber : Berbagai sumber dan referensi yang relevan

Joko Sunaryanto
Joko Sunaryanto Jangan lupakan jati dirimu. "Sangkan paraning dumadi"

Posting Komentar untuk "Suku Bajo di Wakatobi"