Suku Amungme di Tembagapura Papua
Wilayah
Suku Amungme (juga dikenal sebagai Amui, Hamung, Amungm, Amuy, Damal atau Uhunduni) adalah kelompok orang dengan populasi sekitar 17.700 orang yang tinggal di sisi selatan jajaran pegunungan yang menandai batas selatan dari dataran tinggi Papua. Kota Tembagapura dan kawasan tambang Grasberg, dengan produksi bijih emas tertinggi di dunia dan bijih tembaga terbesar ketiga dunia, terletak di tanah adat Suku Amungme.
Suku Amungme |
Bahasa
Kepercayaan
Asal Usul
Menurut dia, Suku Amungme mengenal beberapa versi tentang asal usul mereka.
Pertama, leluhur Suku Amungme muncul dari tanah, tempat di mana mereka selalu berada. Kegelapan menjadi satu-satunya alasan mengapa orang mau meninggalkan lubang atau gua. Mulut gua tersebut bernama Mepingama, berada di sebelah pohon tua di dekat Wamena, Lembah Baliem. Manusia keluar dari gua dengan berbagai benih tanaman yang diperlukan untuk ditanam. Ada umbi-umbian berupa talas, pisang, dan buah merah.
Ada pula kapak batu dan alat pembuat api. Semua itu menjadi bekal untuk bertahan hidup. Saat keluar dari gua, mereka merasa kelaparan dan sebatang pohon pisang keramat menyediakan makanan pokok pertama.
Kedua, asal usul Suku Amungme adalah para leluhur yang tinggal dalam gua di bawah kekuasaan Menaga Nemungki. Menaga Nemungki marah jika ada penghuni gua yang mengintip cahaya melalui akar-akar pohon purba karena ingin melihat kehidupan di luar sana.
Burung dan ular mencoba mencari jalan keluar bagi manusia, tapi mereka selalu ketahuan Menaga Nemungki. Akhirnya, diam-diam anjing menggali lubang membuat jalan kabur untuk manusia. Sebab itu Suku Amungme tidak makan daging anjing.
Ketiga, ihwal asal usul Suku Amungme menyebutkan ada seorang perempuan tua yang memberikan sebuah tongkat kecil kepada anak gadisnya. Anak itu dipercaya masih bersih dari dosa. Dengan tongkat kecil tadi, anak gadis tersebut mampu membuka pintu gua dan mengajak orang-orang pergi meninggalkan gua.Orang-orang yang keluar dari gua berjalan menuju arah barat. Mereka berhenti di Lembah Baliem, kemudian berjalan lagi dan tiba di Kwiyawagi, sebuah dataran tinggi antara Tiom dan Ilaga. Dalam perjalanan, orang-orang itu terbagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama beristirahat lalu membuat api unggun besar. Kemudian datang kelompok berikutnya yang tertinggal dari rombongan. Mereka meminta api, kayu bakar, dan makanan karena kedinginan dan kelaparan. Sayangnya kelompok yang tiba lebih dulu dan telah membuat api unggun tadi tak memberi mereka makanan.
Akibatnya, rombongan yang tertinggal tadi pun pergi. Ada yang berjalan ke arah selatan, ke utara, dan timur. "Inilah awal mula pembagian beberapa etnis di pegunungan Papua," kata Hari Suroto. Kata Amungme dalam versi ketiga ini berarti orang-orang yang pertama duduk di samping api atau kelompok yang membuat api unggun tadi.
Kehidupan dan Konflik Kepentingan
Mereka mempraktikkan pertanian berpindah, melengkapi mata pencaharian mereka dengan berburu dan meramu. Amungme sangat terikat dengan tanah leluhur mereka dan menjadikan pegunungan sekitarnya adalah tempat yang disucikan.
Hal ini telah menyebabkan gesekan dengan pemerintah Indonesia, yang ingin mendayagunakan persediaan mineral yang luas yang terdapat di sekitarnya. Perubahan besar dalam Amungme dari dataran tinggi dan Kamoro dari dataran rendah gaya hidup telah dibawa oleh tambang Grasberg, terletak di jantung wilayah Amungme dan dimiliki oleh Freeport-McMoRan, majikan tunggal terbesar di kawasan itu. Emas yang luas dan tembaga telah mengubah lanskap, dan kehadiran tambang dan infrastruktur telah menarik banyak migran ekonomi lainnya dari Indonesia Barat serta wilayah Papua lainnya, beberapa di antaranya telah mencoba untuk menetap di tanah tradisional Amungme. Ini kemudian mengalami sengketa tanah yang disebabkan mengenai hak tanah adat antara masyarakat Amungme terhadap perusahaan pertambangan Freeport Indonesia di Timika. Dalam 35 tahun terakhir, Amungme telah melihat gunung suci mereka dihancurkan oleh tambang, dan menyaksikan kerabat mereka yang dibunuh oleh Tentara Nasional Indonesia yang "membela" pertambangan, sementara bagi Kamoro memiliki masalah yaitu lebih dari 200.000 ton limbah dipompa ke sungai mereka setiap hari. Semua faktor ini telah menciptakan tekanan sosial dan politik yang kompleks, dan menyebabkan protes yang mulai sering dan atau meletusnya konflik sosial, beberapa di antaranya telah ditekan secara keras oleh polisi juga militer Indonesia.
Gunung yang dijadikan pusat penambangan emas dan tembaga oleh PT. Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang di agung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama puncak Nemangkawi di Puncak Jaya. Nemang artinya panah dan kawi artinya suci. Nemang Kawi artinya panah yang suci (bebas perang] perdamaian. Wilayah Amungme di sebut Amungsa.
Sumber : Berbagai sumber dan referensi yang relevan
Posting Komentar untuk "Suku Amungme di Tembagapura Papua"